kajian bahasa

KALIMAT BAKU
Oleh: Imron Rosidi


            Sebuah kalimat mungkin berterima, tetapi bukan kalimat baku. Begitu pula sebaliknya, ada pula kalimat baku, tetapi tidak berterima. Kalimat baku mengacu kepada ketepatan kaidah gramatikal, sedangkan keberterimaan mengacu pada seringnya kalimat tersebut dalam komunikasi di masyarakat. Masyarakat tidak mempedulikan apakah kalimat tersebut baku atau tidak. Masyarakat hanya mementingkan kekomunikatifan antara penutur dengan mitratutur. Mengapa demikian?
            Ada beberapa kriterika kalimat baku. Kalimat baku memiliki ciri: (1) sesuai dengan kaidah ejaan dan tanda baca, (2) tidak ambigu, (3) maknanya logis, (4) tidak mengandung kata yang tidak baku, dan (5) tidak bertele-tele. Kelima ciri tersebut saya uraikan di bawah ini.
            Dalam bahasa tulis, sebuah kalimat dikatakan baku apabila memenuhi kaidah yang berlaku, misalnya diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda baca (?), (.), atau (!). Sebuha kalimat secara gramatikal harus mengandung unsur S dan P pada kalimat intransitive dan S P O pada kalimat transitif. Dengan demikian, kalimat yang berbunyi “ Dalam rapat itu membicarakan kenakalan siswa.” Tidak baku karena tidak mengandung unsur subjek. Kalimat tersebut berpola K P O. Kalimat itu seharusnya berbunyi “Dalam rapat itu dibicarakan kenakalan remaja.” Atau “Dalam rapat itu, peserta membicarakan kenakalan remaja.” Bagaimanakah dengan kalimat “Kendaraan harap turun?”
            Kalimat tersebut dari segi kaidah benar. Kalimat itu berpola kendaraan (P), harap turun (S). Dengan demikian, dari segi kaidah, kalimat tersebut baku. Akan tetapi, logiskah kalimat tersebut? Kalimat itu tidak baku karena tidak logis maknanya. Bisakah kendaraan sebagai benda mati turun. Kata turun berarti berpindah dari ketinggian ke tempat yang lebih bawah. Kalimat itu seharusnya berbunyi “Pengendara harap turun.” Setujukah Anda?

Komentar :

ada 0 komentar ke “kajian bahasa”

Posting Komentar