artikel ilmiah

PEMBELAJARAN MEMBACA CEPAT DI SMA
DENGAN MODEL E-LEARNING


Oleh: Imron Rosidi


            Abstrak E-Learning merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di             Indonesia. E-Learning dapat diartikan sebagai pembelajaran dengan menggunakan             jasa bantuan perangkat elektronik. Dengan kata lain, e-Learning adalah             pembelajaran yang pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi, seperti: telepon,             audio, videotape, transmisi satelit, dan komputer. Hanya saja, dalam             pelaksanaannya, e-Learning identik dengan pembelajaran bidang eksakta, misalnya             Fisika dan Matematika. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, e-Learning dapat             digunakan, misalnya dalam pembelajaran membaca cepat. Pembelajaran membaca             cepat dengan model e-Learning dapat dilaksanakan dengan bantuan komputer dan             software.

Kata Kunci: Membaca cepat, e-Learning, software

            Berbagai informasi di era globalisasi saat ini semakin mudah diterima dan semakin gencar masuk ke negara kita. Hal ini disebabkan semakin bervariasi dan canggihnya media informasi, baik media cetak maupun elektronik. Hasil-hasil penelitian serta kemajuan ilmu dan teknologi begitu cepat dipublikasikan dan disebarkan. Satu judul buku tentang suatu masalah yang menjadi perhatian kita belum sampai separuhnya dibaca, telah disusul judul buku baru. Setiap hari penerbit bagaikan berpacu mengumumkan terbitan buku barunya. Apalagi sejak kemunculan internet. Padahal, waktu yang kita miliki sampai saat ini tetap, 24 jam setiap harinya, tidak terus bertambah seperti informasi tersebut. Akibatnya, banyak informasi yang tidak sempat kita serap. Hal ini disebabkan beberapa faktor. Selain masyarakat Indonesia yang masih banyak terjangkit penyakit aliterat (seorang yang mampu membaca tetapi malas membaca), juga kecepatan membaca masyarakat Indonesia yang masih perlu ditingkatkan.
            Sebagai bentuk membaca lanjut, di dalam kecepatan membaca seseorang terkandung pemahaman yang cepat pula. Membaca cepat adalah perpaduan kemampuan motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif seseorang dalam membaca. Membaca cepat merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dengan pemahaman isi bacaan.
Di negara-negara maju, khususnya Amerika, telah dilakukan penelitian tentang kemampuan membaca cepat siswa dalam setiap jenjang pendidikan. Kemampuan membaca cepat siswa Amerika untuk setingkat SD/Diniyah di Indonesia adalah 140 kpm, setingkat SLTP/Mts adalah 140 s.d 175 kpm, setingkat SMU/SMK/MA adalah 175 s.d 245 kpm, dan setingkat perguruan tinggi 245 s.d 280 kpm. Untuk kaum profesional, KEM-nya bisa mencapai 500 kpm. Berapakah KEM masyarakat Indonesia, termasuk para pelajarnya? Hal ini masih tanda tanya besar sebab sampai saat ini belumlah ada penelitian tentang rata-rata kemampuan membaca cepat pelajar dan masyarakat Indonesia.
            Pada kurikulum 2004 SMA atau yang juga dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), ada pembelajaran membaca cepat, baik di kelas X, XI, atau XII atau setingkat dengan SMU kelas 1, 2, dan 3 pada kurikulum 1994. Dengan dicantumkannya pembelajaran membaca cepat pada kurikulum 2004 yang secara efektif berlaku pada tahun pelajaran 2004/2005 diharapkan ada model baru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Selain itu perlu dipikirkan alat bantu pembelajaran untuk mempermudah guru dalam pelaksanaan pembelajaran, misalnya software pembelajaran membaca cepat. Software membaca cepat diprogram sedemikian rupa sehingga guru tidak lagi perlu mencari bahan bacaan, membuat pertanyaan, dan menghitung hasil pemahaman siswa.
            Penyediaan software dalam pembelajaran membaca cepat diperlukan karena pembelajaran membaca cepat dengan manual begitu rumit pelaksanaannya dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Guru harus menggunakan alat pengukur waktu dan harus mengoreksi jawaban siswa, kemudian menggabungkan waktu yang ditempuh dengan skor pemahaman. Padahal, pada umumnya guru mengajar lebih dari 200 siswa. Untuk itu perlu terobosan baru dalam pengajaran membaca cepat, misalnya dengan menggunakan model e-Learning dengan memanfaatkan software dan komputer.

Hakikat Membaca Cepat
            Dalam perkembangan studi membaca dikenal tiga pandangan tentang proses membaca. Pandangan pertama biasa disebut dengan pandangan kuno. Pandangan ini menganggap membaca sebagi proses pengenalan simbol-simbol bunyi yang tercetak (Harris dalam Olson, 1982:11). Pandangan kedua, membaca sebagai suatu proses pengenalan simbol-simbol bunyi yang tercetak dan diikuti oleh pemahaman makna yang tersurat (Carrol dalam Olson, 1982:11). Pandangan ketiga disebut pandangan modern, membaca bukan sekadar pemahaman dan pengenalan simbol tercetak saja, tetapi lebih jauh, yaitu sebagai proses pengolahan secara kritis. Goodman (1996:2) menyebutkan bahwa membaca merupakan suatu proses dinamis untuk merekonstruksi suatu pesan yang secara grafis dikehendaki oleh penulis.
            Kemampuan membaca cepat merupakan perpaduan antara waktu yang dibutuhkan siswa dalam menyelesaikan bacaannya dengan pemahaman isi bacaan. Turner dalam Alexander (1988:159) mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan memahami isi bacaan secara baik apabila ia dapat (a) mengenal kata-kata atau kalimat yang ada dalam bacaan atau mengetahui maknanya, (b) menghubungkan makna, baik konotatif maupun denotatif yang dimiliki dengan makna yang terdapat dalam bacaan, (c) mengetahui seluruh makna tersebut atau persepsinya terhadap makna itu secara kontekstual, dan (d) membuat pertimbangan nilai isi bacaan yang didasarkan pada pengalamannya.
            Singh (1979) menjelaskan tentang kebiasaan buruk siswa yang melihat kembali bacaan yang telah dibacanya ketika menjawab pertanyaan. Hal itu menunjukkan pemahaman siswa sangat lemah, begitu juga tentang kecepatan membacanya. Singh memberikan beberapa saran untuk mengatasi hal tersebut, yaitu: (1) siswa disarankan untuk melihat kata sebagai bagian dari keseluruhan kalimat atau paragraf, (2) menghindari gerak tubuh dan vokalisasi yang tidak perlu, (3) tidak menghentikan kegiatan membaca di tengah jalan.
            Ketika kita membaca cepat suatu bacaan, baik dengan teknik scimming maupun scanning, tujuan sebenarnya bukan untuk mencari kata dan gambar secepat mungkin, namun untuk mengidentifikasi dan memahami makna dari bacaan tersebut seefisien mungkin dan kemudian mentransfer informasi ini kedalam memori jangka panjang dalam otak kita (http://www.indobulletin.com). Kemampuan membaca cepat merupakan keterampilan memilih isi bacaan yang harus dibaca sesuai dengan tujuan, yang ada relevansinya dengan pembaca tanpa membuang-buang waktu untuk menekuni bagian-bagian lain yang tidak diperlukan (Soedarso, 2001). Membaca cepat adalah keterampilan membaca sekilas dengan mengondisikan otak bekerja lebih cepat sehingga konsentrasi akan lebih membaik secara otomatis (Hernowo (Ed.), 2003). Kemampuan membaca cepat adalah perpaduan kemampuan motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif siswa atau pemahaman isi bacaan melalui menjawab pertanyan-pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan.
            Kemampuan membaca cepat seseorang sebenarnya bisa ditingkatkan. Theodore Roosevelt membaca tiga buku dalam sehari selama di Gedung Putih. John F.Kennedy mempunyai kecepatan membaca 1000 kpm (kata permenit). Sementara Jimmy Carter, Indira Gandhi, Marshal Mc.Luhan, dan Burt Lancaster hanyalah sedikit dari nama-nama terkenal yang mengakui manfaat membaca cepat bagi kemajuan karier mereka.
            Norman Lewis dalam bukunya How to Read Better and Faster mengemukakan fakta yang terdapat di beberapa kursus speed reading (membaca cepat) di Amerika. Fakta tersebut adalah sebagai berikut. (1) Di Reading Clinic, Darmouth College, peserta kursus pada umumnya mempunyai kecepatan membaca 230 kpm, dan pada pertengahan kursus telah mencapai 500 kpm, (2) University of Florida yang mengelola kursus membaca cepat dengan peserta yang beragam seperti guru, wartawan, pengacara, ibu rumah tangga melaporkan bahwa kecepatan rata-rata peserta berawal 115-210 kpm dan dalam dua minggu telah mencapai 325 kpm, dan (3) Di Purdue University, kecepatan rata-rata naik dari 245 kpm menjadi 470 kpm. Sementara Harry Shefter dari New York University dalam bukunya Faster Reading Selftaught mengatakan bahwa pada umumnya orang dapat mencapai kecepatan membaca 350-500 kpm.

Membaca Cepat di SMA dalam Kurikulum 2004
            Kurikulum 2004 yang juga dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) akan diberlakukan dalam Tahun Ajaran 2004/2005. KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Wahana pencapaian tersebut diwujudkan dalam sembilan bahan dengan mempertimbangkan keseimbangan etika, estetika, logika, dan kinestetika.
            Pembelajaran berdasarkan KBK berbasis kompetensi. Pembelajaran Berbasis Kompetensi adalah program pembelajaran yang hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dapat dicapai siswa, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetnsi yang harus dikuasai siswa. Komponen materi pokok pembelajaran berbasis kompetensi meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai, (2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi, dan (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai kompetansi.
            Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran bahasa. Belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaannya. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta menusia Indonesia (Depdiknas, 2003).
            Standar kompetensi membaca dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah siswa mampu membaca dan memahami berbagai jenis wacana, baik secara tersurat maupun tersirat untuk berbagai tujuan. Lebih khusus lagi, standar kompetensi dasar membaca cepat dalam Kurikulum 2004 diberlakukan secara berjenjang. Untuk kelas X, standar kompetensi membaca cepat meliputi: (1) membaca cepat berbagai teks nonsastra (250 kata/menit, (2) membaca ekstentif teks nonsastra dari berbagai sumber. Untuk kelas XI, standar kompetensi membaca cepat adalah membaca cepat 300 kpm dengan pemahaman 75%, sedangkan untuk kelas XII, standar kompetensi membaca cepat adalah membaca dengan kecepatan 300 s.d. 350 kpm dengan panjang bacaan 900 s.d. 1050 kata. Dalam Kurikulum 2004, pembelajaran membaca cepat tersebar di kelas X, XI, dan XII dengan standar kompetensi yang berjenjang (Depdiknas, 2003).

Pembelajaran Membaca Cepat di SMA dengan Model e-Learning
            Pada kurikulum sebelumnya, pembelajaran membaca cepat pada umumnya ditinggalkan oleh pengajar. Hal ini disebabkan para guru beranggapan bahwa materi membaca cepat tidak perlu diajarkan karena tidak di-EBTANAS-kan atau di-UAN-kan. Selain itu, pembelajaran membaca cepat membutuhkan waktu yang relatif lama dengan prosedur yang relatif rumit.
            Pada kurikulum 2004 yang mengedepankan kompetensi siswa, pembelajaran membaca cepat diajarkan secara berjenjang, yaitu mulai kelas X sampai dengan XII. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di kelas X, siswa dituntut untuk dapat membaca cepat 250 kpm. Siswa dituntut untuk dapat membaca cepat 300 kpm dengan pemahaman 75% di kelas XI, sedangkan di kelas XII, siswa dituntut untuk dapat membaca dengan kecepatan 300 s.d. 350 kpm dengan panjang bacaan 900 s.d. 1050 kata.
            Untuk melaksanakan tututan kurikulum tersebut, guru dapat melakukan secara manual ataupun dengan cara elektronik. Secara manual, Singh (1979) menyampaikan langkah-langkah pengukuran kemampuan membaca cepat siswa. Langkah-langkah tersebut adalah: (1) ketika mulai membaca, siswa harus mencatat waktu pada selembar kertas, kemudian harus mencatat lagi ketika mengakhiri bacaan, (2) siswa menjawab pertanyaan dan mencatat lagi waktu yang dibutuhkan setelah menjawab pertanyaan, (3) siswa menghitung kata-kata dalam bacaan dibagi dengan setengah jumlah waktu yang dibutuhkan, hasilnya merupakan kecepatan kata permenit. Singh juga memberi saran kepada guru agar mencatatkan waktu baca siswa setiap 15 detik di papan tulis untuk membantu setiap siswa menghitung kecepatan membacanya.
            Di lapangan, khususnya dalam pembelajaran membaca cepat di SMU kota Pasuruan, langkah-langkah yang dilakukan adalah: (1) siswa diberi bacaan, (2) siswa dikomando untuk mulai membaca dengan waktu yang telah ditentukan guru, (3) siswa yang sudah selesai mengacungkan jari dan guru menunjukkan waktu tempuh, (4) guru membagi pertanyaan dan bacaan dikumpulkan, dan (5) siswa mengoreksi jawaban teman, dan (6) siswa dibantu guru menghitung kemampuan membaca cepatnya.
            Proses pembelajaran secara manual di atas tentunya sangat merepotkan guru dan siswa serta membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasinya diperlukan model e-Learning sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat dan siswa dapat mengukur kecepatannya setiap saat.
            Model e-Learning dalam pembelajaran membaca cepat adalah model pembelajaran membaca cepat dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronik, yaitu software dan komputer. Model ini diperlukan untuk mempermudah seseorang guru dan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Dengan model ini diharapkan dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan kemampuan membaca cepatnya sehingga tidak merasa tertinggal dengan pesatnya arus informasi saat ini.
            Adapun langkah-langkah pembelajaran membaca cepat dengan model e-Learning relatif mudah dan cepat. Adapun contoh skenario pembelajaran membaca cepat dengan model e-Learning adalah sebagai berikut.


SKENARIO PEMBELAJARAN MEMBACA CEPAT
DENGAN MODEL E-LEARNING

   Tema                     : Pentingnya Kesehatan bagi Manusia
   Kelas                      : XII
   Pertemuan              : 2 x 45 menit
   Standar Kompetensi : Mampu membaca dan memahami berbagai teks nonsastra dengan                                   berbagai teknik membaca (cepat, memindai secara intensif untuk                                   menarik kesimpulan, memberikan penjelasan, serta untuk                                   persiapan membacakan teks
   Kompetensi Dasar    : Membaca cepat teks 300-350 kata permenit


1. Pendahuluan
            Guru dan siswa bersepakat untuk memulai pembelajaran membaca cepat.    Sebelum menuju ruang komputer, guru menjelaskan beberapa langkah yang harus    dilakukan siswa dalam pembelajaran membaca cepat dengan menggunakan komputer.    Guru dan siswa juga telah sepakat tentang materi bacaan yang akan digunakan.
2. Bentuk Pembelajaran dapat dimodelkan sebagai berikut.
    Pertemuan 25 menit pertama
    Guru  : Anak-anak, kalian sudah siap!
    Siswa : siap Pak.
    Guru  : Baik,  sekarang kamu nyalakan komputer di depan kalian. (Siswa menombol                power komputer) Bagaimana, sudah siap semua?
    Siswa : Sudah Pak.
    Guru  : Baik, sekarang masuk pada program pembaca cepat, tulis identitas kalian pada                kolom yang tersedia, kemudian pilih bacaan yang akan kalian baca. Bagaimana,                sudah siap?
    Siswa : sudah Pak. Apakah perlu mencatat waktunya, Pak?
    Guru  : Tidak perlu.  Yang perlu kalian ingat adalah langkah-langkah yang harus kalian                lakukan seperti yang telah Bapak jelaskan di kelas tadi.

    Pertemuan 25 menit kedua
    Siswa : Pak, kami sudah siap.
    Guru  : Baiklah, sekarang mulailah membaca bacaan yang ada (siswa mulai membaca,                suasana tampak hening)
    Guru  : Kalau  selesai  membaca, klik pertanyaan dan jawablah dengan menulisakan                pilihan yang kalian anggap benar.
    Siswa : Pak, saya sudah selesai.
    Guru  : Cari kecepatan membacamu dengan meng-klik rumus. Bagaimana kemampuan                membaca cepatmu?
    Siswa : Lumayan Pak, 325 kpm
    Guru  : Bagus, kamu perlu meningkatkan pemahaman terhadap bacaan.
    Siswa : Terima kasih Pak.

    Pertemuan 25 ketiga
    Guru  ingin meningkatkan kemampuan membaca siswa dengan menugasi siswa     mencari bacaan lain.
    Guru  : Baik anak-anak,  apabila kalian selesai, coba kalian buka bacaan yang berjudul                Layanan Internet.
    Siswa : Sudah Pak.
    Guru  : Lakukan langkah-langkah seperti tadi (Siswa mulai membaca dan menghitung                kemampuan membacanya)

            Sisa waktu 15 menit digunakan guru untuk mengevaluasi skor yang diperoleh siswa dengan memberikan beberapa kiat untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat siswa. Siswa yang memiliki kecepatan membaca di bawah 300 kpm perlu diberi kesempatan lagi untuk terus berlatih.

            Rumus yang digunakan untuk menghitung kemampuan membaca cepat siswa adalah sebagai berikut.


  Rumus :
  (1)   K         x         B   = ……. kpm (kata permenit)
         Wm                Si

  (2)   K.   (60)    x    B   = ……. kpm (kata permenit)
         Wd                 Si

  Keterangan:
  K      : jumlah kata yang dibaca
  Wm  : waktu tempuh baca dalam satuan menit
  Wd   : waktu tempuh dalam satuan detik
  B      : skor bobot perolehen tes yang dapat dibaca dengan benar
  Si     : skor ideal atau skor maksimal
  Kpm : kata perminit



Penutup
            Tulisan ini hanyalah sebuah pemikiran untuk mengatasi kesulitan guru ketika harus mengajarkan materi membaca cepat. Oleh karena itu, perlu adanya pemikiran lebih lanjut dalam meningkatkan kemampuan guru untuk melaksanakan pembelajaran membaca dengan model e-Learning. Sosialisasi penggunaan software kecepatan membaca perlu diintensifkan sehingga dalam pelaksanaan kurikulum 2004 dapat langsung digunakan.

DAFTAR RUJUKAN
Alexander, J.E. (Ed.). 1988. Teaching Reading. Boston: Scott, Foresman, and Company.
Anderson, J., Durston, B.H., and Poole, M.E. 1969. Efficient Reading, a Practical             Guide. Sydney: McGraw-Hill Book Company.
Anthony, E.M., and Richards, J.C (Eds.). 1974. Reading: Insights and Approaches.             Singapura: the Singapuore University Press.
Burn, P.C., Roe, B.D., and Ross, E.P. 1996. Teaching Reading in Today’s Elementary             School. Boston: Houghton Mifflin Company.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi, Mata             Pelajaran Bahasa Indonesia, SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 SMA, Pedoman Khusus             Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran bahasa dan sastra             Indonesia. Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen.
Hernomo (Ed.). 2003. Quantum Reading. Bandung: MLC.
Jones, E.L. 1953. An Approach to College Reading. New York: Henry Holt.
Milan, D.K. 1988. Improving Reading Skills. Newyork: Random Hause.
Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: CV Sinar Baru.
Oka, I.G.N. 1983. Pengantar Membaca dan Pengajarannya. Surabaya:Usaha Nasional.
Olson, J.P. & Dillner, M.H. 1982. Learning to Teach Reading in Elementary Scholl             (Utilizing A Competens – Based Intructional System). New York: Mc Millan             Publishing.
Rose, C. 1999. Kuasai Lebih Cepat, Buku Pintas Accelerated Learning. Terjemahan oleh             Femmy Sahrani. 2002. Bandung: Angkasa.
Singh, B. 1979. Improving Speed and Comprehension in Reading. Forum, 17: 42-43.
Soedarso. 2001. Speed Reading. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT             Gramedia.
Syafi’ie, I. 1999. Pembelajaran Membaca di Kelas-kelas Awal SD, Pidato Pengukuhan             Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengajaran Bahasa dan Seni. Disampaikan pada             Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang pada 7 Desember 1999. Malang:             Universitas Negeri malang.
Tampubolon, DP. 1990. Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien.             Bandung: Angkasa.
Widyamartaya, A. 1992. Seni Membaca untuk studi. Yogyakarta: Kanisius

Komentar :

ada 5 komentar ke “artikel ilmiah”
izun mengatakan...
pada hari 

Ass......
Metode Pembelajaran e-learning sangat bagus karena kita menjadi tanggap dan lebih aktif serta dapat meningkatkan SDM

Anonim mengatakan...
pada hari 

Ass Wr. Wb.
Semoga Pak Imron selalu diberi kesehatan dan keselamatan. Amin.....
Memang benar pak, bahwa Indonesia sangat kurang dalam tingkat membaca. jangankan meningkatkan kecepatan membaca, untuk membaca saja sangat rendah rasa pedulinya. sehingga Indonesia sangat tertinggal dengan negara lainnya.


Aliyah
PBSI -C / 2008

Anggari mengatakan...
pada hari 

Assalam..........
Menurut saya metode pembelajaran E-learning ini perlu untuk di tingkatkan dan sangat baik untuk kualitas SDM kita.E-learning kalau bisa di gunakan sebagai Tes untuk masuk sekolah terutama pada tingkat SMP dan SMA.

Anggari sri p
EKONOMI-A-08

Unknown mengatakan...
pada hari 

Ass. Wr. Wb
Metode E-learning sebetulnya hanya untuk kalangan sekolah atas seperti di desa itu seandainya diadakan kegiatan ini mungkin bisa lebih meningkat SDM di suatu daerah terpencil

CHUSNIA.COM mengatakan...
pada hari 

aslmulaikum.
Saya sangat mendukung & setuju dengan adanya metode pembelajaran E-learning, karena metode pembelajaran tersebut sangat dibutuhkan di era global ini.


CHUSNIA
ekonomiA/ 2008

Posting Komentar